Bismillah
Artikel ini semoga menjadi bahan pembelajaran bagi kita tentang pentingnya berilmu sebelum beramal. Hal yang dialami tidaklah sulit sebenarnya, namun sangat berbeda antara perilaku orang yang berilmu dan tidak berilmu....
Selamat menyelam dalam lautan ilmu
Bandingkanlah Fulan dan Alan. Mereka berdua shalat isya’ berjama’ah di barisan pertama dan ketika itu ada lebih dari satu shaf jama’ah shalat. Qaddarallah, mereka terpaksa buang angin di tengah-tengah shalat.
Si Fulan, ia tahu shalatnya telah batal. Namun ia bingung setengah mati harus bagaimana. Shalat baru lewat satu raka’at, apakah ia mesti keluar dari barisan atau terus ikut sampai selesai baru mengulang shalat, pikirnya.
“Kalau aku keluar barisan, harus lewat di depan orang-orang shalat, seingatku itu terlarang. Tapi kalau aku lanjutkan tiga rakaat lagi, padahal aku sudah batal, boleh tidak ya?“, gumamnya dalam hati. Jelasnya hatinya resah memikirkan hal ini. “Kalau berjalan melewati barisan orang-orang yang sedang shalat, apa kata orang nanti setelah shalat, aku pasti dikira tidak sopan. Lagipula nanti orang-orang tahu kalau aku kentut, wah malu dong. Kalau begitu aku lanjut saja ah sampai selesai, toh mereka tidak tahu kalau aku sudah batal“, akhirnya ia memutuskan.
Sambil melanjutkan tiga rakaat tersisa dalam keadaan berhadats, ia pun tetap resah karena masih ragu tentang apa yang ia putuskan. Jangankan mendengarkan atau menyimak bacaan imam, ia bahkan benaknya sibuk berharap imam segera menyelesaikan shalatnya agar ia bisa keluar dan mengulang shalat hingga masalahnya selesai. Peluh keringat pun bercucuran karena galaunya. Akhirnya shalat pun selesai, ia berpura-pura komat-kamit berdzikir sebentar agar orang tidak curiga, barulah setelah itu ia keluar barisan, mengambil wudhu lalu mengulangi shalat empat rakaat. Sambil shalat pun ia masih galau akan kejadian tadi sambil bergumam dalam hati
“Duh, ada jangan-jangan ada yang curiga kepadaku, karena aku shalat empat rakaat setelah shalat isya’. Duh, nanti ada yang tahu kalau tadi aku kentut. Duuh..duh…“. Bagaimana bisa khusyuk kalau resah begitu.
Adapun Alan, ia tahu bahwa terlarang shalat dalam keadaan berhadats. Kebetulan, ia teringat hadits pendek:
لا يقبل الله صلاة أحدكم إذا أحدث حتى يتوضأ
“Allah tidak menerima shalat seseorang jika ia berhadats, sampai ia berwudhu” (HR. Bukhari-Muslim)
Ia pun sadar ia harus keluar dari barisan untuk berwudhu lalu kembali ke barisan lagi melanjutkan shalat sebagai masbuq. Ia tidak ragu melewati barisan orang yang shalat karena ia tahu hal ini dibolehkan. Ia ingat ketika belajar fiqih shalat, ada hadits Bukhari-Muslim yang menceritakan bahwa sahabat Ibnu Abbas radhiallahu’ahu pernah berjalan melewati barisan makmum namun tidak ada yang mengingkarinya. Ia pun menyempurnakan wudhunya lalu kembali ke barisan sebagai makmum masbuq, lalu menyempurnakan shalatnya. Ia jalani shalatnya dengan khusyuk sampai selesai.
Memang enak ya kalau tahu ilmunya…
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”
(QS. Az Zumar: 9)
http://kangaswad.wordpress.com/2011/06/08/oh-enaknya-kalau-tahu-ilmunya-1
Artikel ini semoga menjadi bahan pembelajaran bagi kita tentang pentingnya berilmu sebelum beramal. Hal yang dialami tidaklah sulit sebenarnya, namun sangat berbeda antara perilaku orang yang berilmu dan tidak berilmu....
Selamat menyelam dalam lautan ilmu
Bandingkanlah Fulan dan Alan. Mereka berdua shalat isya’ berjama’ah di barisan pertama dan ketika itu ada lebih dari satu shaf jama’ah shalat. Qaddarallah, mereka terpaksa buang angin di tengah-tengah shalat.
Si Fulan, ia tahu shalatnya telah batal. Namun ia bingung setengah mati harus bagaimana. Shalat baru lewat satu raka’at, apakah ia mesti keluar dari barisan atau terus ikut sampai selesai baru mengulang shalat, pikirnya.
“Kalau aku keluar barisan, harus lewat di depan orang-orang shalat, seingatku itu terlarang. Tapi kalau aku lanjutkan tiga rakaat lagi, padahal aku sudah batal, boleh tidak ya?“, gumamnya dalam hati. Jelasnya hatinya resah memikirkan hal ini. “Kalau berjalan melewati barisan orang-orang yang sedang shalat, apa kata orang nanti setelah shalat, aku pasti dikira tidak sopan. Lagipula nanti orang-orang tahu kalau aku kentut, wah malu dong. Kalau begitu aku lanjut saja ah sampai selesai, toh mereka tidak tahu kalau aku sudah batal“, akhirnya ia memutuskan.
Sambil melanjutkan tiga rakaat tersisa dalam keadaan berhadats, ia pun tetap resah karena masih ragu tentang apa yang ia putuskan. Jangankan mendengarkan atau menyimak bacaan imam, ia bahkan benaknya sibuk berharap imam segera menyelesaikan shalatnya agar ia bisa keluar dan mengulang shalat hingga masalahnya selesai. Peluh keringat pun bercucuran karena galaunya. Akhirnya shalat pun selesai, ia berpura-pura komat-kamit berdzikir sebentar agar orang tidak curiga, barulah setelah itu ia keluar barisan, mengambil wudhu lalu mengulangi shalat empat rakaat. Sambil shalat pun ia masih galau akan kejadian tadi sambil bergumam dalam hati
“Duh, ada jangan-jangan ada yang curiga kepadaku, karena aku shalat empat rakaat setelah shalat isya’. Duh, nanti ada yang tahu kalau tadi aku kentut. Duuh..duh…“. Bagaimana bisa khusyuk kalau resah begitu.
Adapun Alan, ia tahu bahwa terlarang shalat dalam keadaan berhadats. Kebetulan, ia teringat hadits pendek:
لا يقبل الله صلاة أحدكم إذا أحدث حتى يتوضأ
“Allah tidak menerima shalat seseorang jika ia berhadats, sampai ia berwudhu” (HR. Bukhari-Muslim)
Ia pun sadar ia harus keluar dari barisan untuk berwudhu lalu kembali ke barisan lagi melanjutkan shalat sebagai masbuq. Ia tidak ragu melewati barisan orang yang shalat karena ia tahu hal ini dibolehkan. Ia ingat ketika belajar fiqih shalat, ada hadits Bukhari-Muslim yang menceritakan bahwa sahabat Ibnu Abbas radhiallahu’ahu pernah berjalan melewati barisan makmum namun tidak ada yang mengingkarinya. Ia pun menyempurnakan wudhunya lalu kembali ke barisan sebagai makmum masbuq, lalu menyempurnakan shalatnya. Ia jalani shalatnya dengan khusyuk sampai selesai.
Memang enak ya kalau tahu ilmunya…
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”
(QS. Az Zumar: 9)
http://kangaswad.wordpress.com/2011/06/08/oh-enaknya-kalau-tahu-ilmunya-1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar