Ibnul Qayyim berkata, “Sebagian besar para ulama salaf mengartikan fitnah di sini adalah kesyirikan.
Seperti firman Allah Ta’ala,
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ
“Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah.” (QS. Al-Baqarah: 193).Allah Ta’ala juga berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا
“Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertobat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.” (QS. Buruj: 10).
Fitnah dalam ayat ini ditafsirkan dengan penyiksaan orang-orang musyrik terhadap orang-orang beriman dan mereka membakar orang-orang beriman dengan api. Sebenarnya, lafadz ayat tersebut lebih umum. Tujuan meraka menyiksa orang-orang beriman agar terkena fitnah (lari) dari agama Islam.” Maka, fitnah ini disandarkan kepada perbuatan orang-orang musyrik.
Adapun fitnah yang disandarkan oleh Allah Ta’ala kepada diri-Nya sendiri, atau yang disandarkan oleh Rasulullah kepada-Nya (Allah Ta’ala).
Seperti disebutkan dalam firman Allah yang lain,
وَكَذَلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ
“Dan seperti itulah kami menguji sebagian mereka dengan sebagian yang lain.” (QS. Al-An’aam: 53).
Dan perkataan Musa ‘alaihis salam dalam firman Allah,
إِنْ هِيَ إِلَّا فِتْنَتُكَ تُضِلُّ بِهَا مَنْ تَشَاءُ وَتَهْدِي مَنْ تَشَاءُ
“Itu hanyalah cobaan dari-Mu. Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki.” (QS. Al-A’raf: 155).
Fitnah di dalam ayat ini bermakna lain, yang mana maknanya adalah cobaan atau ujian dari Allah Ta’ala kepada para hamba-Nya dengan kebaikan atau keburukan, dengan nikmat atau musibah, maka ini adalah salah satu bentuk fitnah. Fitnah orang-orang musyrik juga merupakan salah satu bentuk fitnah. Dan fitnah orang-orang beriman dalam harta, anak-anak, dan tetangga mereka juga merupakan bentuk fitnah yang lain. Demikian pula fitnah yang menimpa umat Islam, seperti fitnah yang terjadi antara sahabat Ali dan Mu’awiyah, antara para pasukan Perang Jamal dan Siffin, dan antara kaum muslimin lainnya, sampai mereka saling berperang dan berjauhan, juga merupakan salah satu bentuk dari fitnah.
Yang lainnya seperti fitnah yang disabdakan oleh Rasulullah,
“Akan terjadi sebuah fitnah di mana orang yang duduk lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik dari orang yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang berlari-lari kecil.”
Dan hadits-hadits lain yang terdapat di dalamnya menerangkan tentang perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memisahkan diri dari dua kelompok yang saling bertikai, adalah fitnah yang seperti ini.
Terkadang, fitnah maksudnya adalah perbuatan maksiat, sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang artinya,
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ ائْذَنْ لِي وَلَا تَفْتِنِّي
“Di antara mereka ada yang berkata, “Berilah saya keijinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah.” (QS. At Taubah : 49).
Perkataan ini diucapkan oleh Al-Jad bin Qais tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajaknya ke Tabuk, ia berkata, “Izinkan aku untuk duduk berdiam di sini saja dan janganlah engkau menjerumuskan aku ke dalam fitnah dengan cara mempertemukan aku dengan perempuan-perempuan Bani Ashfar, karena aku tidak dapat bersabar terhadap mereka.”
Lalu Allah Ta’ala berfirman, yang artinya,
أَلَا فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوا
“Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus dalam fitnah.” (QS. At-Taubah: 49).
Yakni mereka terjatuh ke dalam fitnah kemunafikan, padahal mereka bertujuan lari dari fitnah perempuan-perempuan Bani Ashfar.
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ
“Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi yang lain. Sanggupkah kamu bersabar?” (QS. Al-Furqan: 20).
Maka demikianlah, Allah Ta’ala telah menjadikan wali-walinya sebagai fitnah (cobaan) bagi musuh-musuh-Nya. Sebaliknya, Allah Ta’ala menjadikan musuh-musuh-Nya sebagai fitnah bagi wali-wali-Nya. Dan raja juga merupakan fitnah bagi rakyatnya, serta rakyat merupakan fitnah bari raja mereka. Laki-laki merupakan fitnah bagi perempuan dan sebaliknya. Orang kaya merupakan fitnah bagi orang miskin dan begitu juga sebaliknya. Maka, setiap orang akan diuji dengan lawan yang Allah Ta’ala jadikan sebagai kebalikannya. Tidaklah berdiri kaki Adam dan Hawa di atas muka bumi melainkan lawan mereka berdua senantiasa di hadapan mereka. Dan perkara ini akan terus berlanjut sampai kepada keturunan berikutnya, sampai Allah Ta’ala menggulung dunia ini bersama siapa saja yang ada di atasnya. Betapa banyak yang Allah Ta’ala miliki -dari semisal cobaan dan ujian ini- berupa hikmah yang sempurna, nikmat yang luas, keputusan yang pasti, perintah dan larangan, serta pengaturan. seluruhnya menunjukkan akan kesempurnaan sifat rububiyyah Allah dan uluhiyyah-Nya, serta kerajaan dan sifat terpuji-Nya. Demikian juga, cobaan baik dan buruk atas hamba-Nya di dunia ini, merupakan bentuk dari kesempurnaan hikmah Allah dan keterpujian sifat-Nya yang sempurna.
-bersambung insya Allah-
Penulis: Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A.
Artikel www.Dzikra.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar