Jumat, 08 Juli 2011

Sifat Tangan Bagi Allah

Para pembaca yang dirahmati Allah! Sebagai lanjutan dari pembahasan kita tentang Tauhid Asmaa’ wa sifat, pada kesempatan kali ini kita akan mengupas tentang sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Alquran dan Sunah. Di antara sifat Allah yang mulia yang disebutkan dalam Alquran dan Sunah adalah sifat tangan bagi Allah. Pada bahasan-bahasan yang lalu kita sudah membahas tentang kaidah-kaidah Ahlussunah dalam mengimani sifata-sifat Allah. Bahwa kita mengimani segala sifat Allah yang terdapat dalam Alquran dan Sunah, tanpa menyerupakannya dengan sifat-sifat makhluk. Dan tidak pula mengkhayalkan atau mempertanyakan tentang bentuk (hakikat) sifat tersebut. Serta tidak pula mentakwilkannya dengan sesuatu yang diluar makna sifat tersebut.

Pada bahasan berikut ini kita akan sebutkan tentang dalil-dalil dari Alquran dan Sunah tentang sifat tangan bagi Allah, serta perkataan dari para ulama salaf. Pada akhir bahasan kita akan menjawab berbagai argumentasi orang-orang yang mengingkari sifat tangan bagi Allah, atau mentakwilnya.

{قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ} [ص/75]
“Allah berfirman, ‘Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?.’”
Dalam ayat yang mulia ini Allah menyebutkan kemuliaan dan keutamaan Nabi Adam atas penciptaan Iblis. Bahwa Allah menciptakan Nabi Adam dengan kedua tangan-Nya. Bukan seperti makhluk-makhluk lainnya yang diciptakan dengan Qudrat-Nya atau kalimat “Kun”.
Hal ini diperjelas dalam sebuah hadits yang menceritakan tentang peristiwa ketika manusia dikumpulkan di padang Makhsyar. Manusia ditimpa oleh kegelisahan dan kesusahan pada hari itu, lalu mereka mencari orang yang mungkin untuk memohon syafaat bagi mereka. Maka mereka pertama kali mendatangi Nabi Adam seraya berkata,
((يا آدم أنت أبو البشر خلقك الله بيده ونفخ فيك من روحه…(( متفق عليه
“Wahai Adam! Engkau adalah Bapak manusia, Allah telah menciptakanmu dengan tangan-Nya dan meniupkan ruh-Nya kepadamu.”
Demikian pula ungkapan Nabi Musa kepada Nabi Adam kelak di hari kiamat ketika menyebutkan keutamaan nabi Adam di hadapan Allah. Sebagaimana yang disebutkan Rasulullah dalam sabda beliau,

(( قَالَ مُوسَى أَنْتَ آدَمُ الَّذِى خَلَقَكَ اللَّهُ بِيَدِهِ وَنَفَخَ فِيكَ مِنْ رُوحِهِ وَأَسْجَدَ لَكَ مَلاَئِكَتَه…(( رواه مسلم
Berkata Musa: engakau adalah Adam yang diciptakan Allah dengan tangan-Nya dan meniupkan ruh-Nya kepada engkau serta memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepadamu
Kemudian nabi Adam pun membalas pujian nabi Musa dengan mengatakan,

((فَقَالَ لَهُ آدَمُ أَنْتَ مُوسَى اصْطَفَاكَ اللَّهُ بِكَلاَمِهِ وَخَطَّ لَكَ بِيَدِهِ)) وفي لفظ ((كَتَبَ لَكَ التَّوْرَاةَ بِيَدِهِ)) رواه مسلم
“Maka Adam berkata kepadanya: engkau adalah Musa yang Allah telah mengistimewakanmu dengan perkataannya dan telah menuliskan Taurat untukmu dengan tangan-Nya.”

Dari beberapa dalil yang kita kemukakan di atas menunjukkan bahwa orang yang mengatakan Allah memiliki tangan bukanlah orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk. Kalau hal tersebut membawa kepada penyerupaan Allah dengan makhluk, tentulah Allah tidak akan sebutkan sifat tersebut untuk diri-Nya dalam kitab suci-Nya. Demikian pula para nabi Allah Adam dan Musa tidak akan mempergunakan kata-kata tersebut untuk Allah. Sebab mereka menetapkan sifat tersebut bagi Allah, tidak harus menyerupakannya dengan sifat makhluk. Karena sifat Allah sesuai dengan kebesaran Zat Allah. Tidak ada yang mengetahui bagaimana hakikat bentuk dan rupanya kecuali Allah itu sendiri. Maka oleh sebab itu jika ada orang yang memahami makna tangan ketika dinisbahkan kepada Allah sebagaimana hakikat yang ada pada makhluk maka ini adalah pemahaman yang salah dan keliru. Inilah yang dilarang dalam agama yaitu menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya.

Maka oleh sebab itu, yang dikatakan Musyabbihah atau Mujassimah adalah orang yang mengatakan tangan Allah seperti tangan makhluk, yakni makna sifat Allah seperti sifat makhluk.
Sebagaimana jawaban Imam Ahmad ketika ditanya tentang Musyabbihah, beliau menjawab: ”Al Musyabbihah adalah orang yang mengatakan: pendengaran Allah seperti pendengarku, penglihatan Allah seperti penglihatanku, tangan Allah seprti tanganku.”[1]
Oleh sebab itu, orang yang menuduh Ahlussunah sebagai Musyabihah dan Mujassimah adalah kedustaan belaka. Karena mereka tidak pernah mengatakan bahwa tangan Allah seperti tangan makhluk. Bahkan sebaliknya mereka adalah orang yang mencela orang yang menyerupakan sifat Allah dengann sifat makhluk. Tetapi mereka meyakini bahwa Allah memiliki sifat sebagaimana yang terdapat dalam Alquran dan Sunah yang shahih. Tidak sebagaimana yang dituduhkan oleh orang-orang Mu’athilah mengatakan bahwa orang yang meyakini Allah memiliki sifat adalah Musyabbihah dan Mujassimah.

Barangsiapa yang menuduh orang yang meyakini Allah memiliki sifat tangan sebagai musyabbihan dan mujassimah. Maka tuduhan itu pertama sekali tertuju kepada para nabi Allah, Adam dan Musa. Bahkan telah menuduh Allah menyerupakan diri-Nya dengan makhluk-Nya, Maha Suci Allah dari apa yang mereka katakan.

Kebatilan mazhab Musyabbihah
Kebatilan tentang mazhab Musyabbihah sangat nyata sekali bagi orang yang berakal dan beriman. Apakah mungkin Allah Yang Maha Besar, Yang Maha Sempurna dalam segala sifat-Nya akan diserupakan dengan makhluk yang serba kurang dan lemah! Sebagai contoh sifat tangan bagi Allah, mari kita lihat bagaimana keagungan dan kesempurnaan sifat Allah tersebut sebagaimana yang disebutkan dalam Alquran dan Sunah yang shahih.
  • Allah menyebutkan bahwa di tangan-Nya kekuasaan dan ketentuan segala sesuatu. Sebagaimana dalam firman-Nya,
{فَسُبْحَانَ الَّذِي بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ} [يس/83]
“Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaaan segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan”.
Dan firman Allah,
{قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ} [المؤمنون/88]
“Katakanlah: “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?”
Kita bertanya kepada orang-orang Musyabbihah, “Apakah mungkin disamakan tangan Allah dalam ayat tersebut dengan tangan makhluk?” Jawabannya pasti tidak, karena kekuasaan mutlak berada di tangan Allah sedangkan yang ada di tangan makhluk adalah atas karunia dan pemberian Allah. Berarti menyerupakan sifat tangan Allah yang memiliki kekuasaan mutlak dengan tangan makhluk adalah amat nyata sekali kesesatannya.
Demikian pula Allah sebutkan bahwa segala karunia berada di tangan-Nya, Allah memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
{قُلْ إِنَّ الْفَضْلَ بِيَدِ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ} [آل عمران/73]
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Allah memberikan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.’”

{وَأَنَّ الْفَضْلَ بِيَدِ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ} [الحديد/29]
“Dan bahwasanya karunia itu adalah di tangan Allah. Dia berikan karunia itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.”

Apakah orang-orang Musyabbihah akan mengatakan tangan Allah yang memiliki karunia yang luas seperti tangan makhluk yang tidak memiliki apa-apa? Tangan mereka kosong dari karunia dan kebaikan kecuali atas pemberian Allah semata. Karena semua kebaikan berada di tangan Allah.
Sebagaimana firman Allah,
{بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ }[آل عمران/26]

Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
  • Demikian pula Allah sebutkan tentang sifat tanga-Nya dalam Alquran,
{وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ} [الزمر/67]

“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya[1316]. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.”

Tidakkah orang-orang Musyabbihah merenungkan ayat yang mulia ini! Mungkinkah akan disamakan tangan Allah dengan tangan makhluk! Makhluk yang mana mampu menggengam bumi dan menggulung langit dengan tangannya! Subhaanallah Maha suci Allah dari segala apa yang mereka sangkakan.
Demikian pula, jika kita tengok hadits-hadits yang menyebutkan sifat tangan Allah. Betapa agungnya sifat Allah tersebut. Berikut kita sebutkan beberapa hadits tentan sifat tangan Allah,

عن ابن عمر رضي الله عنهما؛ قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يطوي الله عز وجل السماوات يوم القيامة، ثم يأخذهن بيده اليمنى، ثم يقول: أنا الملك؛ أين الجبارون؟ أين المتكبرون؟ ثم يطوي الأرضين بشماله، ثم يقول: أنا الملك؛ أين الجبارون؟ أين المتكبرون؟ ». متفق عليه
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu ia berkata; telah bersabda Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Allah melipat semua langit pada hari kiamat kemudian Allah ambil dengan tangan kanan-Nya. Lalu Allah berkata: Akulah Yang Maha Diraja, dimana orang-orang yang sombong? Kemudian Allah melipat bumi dengan tangan kiri-Nya, lalu Allah berkata: Akulah Yang Maha Diraja, dimana orang-orang yang sombong?”

عن أبي هريرة رضي الله عنه؛ قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: « يقبض الله الأرض يوم القيامة، ويطوي السماء بيمينه، ثم يقول: أنا الملك؛ أين ملوك الأرض ». رواه البخاري
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia berkata: aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah menggenggam bumi pada hari kiamat dan melipat langit dengan tangan kanan-Nya. Kemudian Allah berkata: Akulah Yang Maha Diraja, dimana raja-raja dunia?

عن أبي هريرة  رضي الله عنهقال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (يد الله ملأى لا يغيضها نفقة سحاء الليل والنهار. وقال أرأيتم ما أنفق منذ خلق السماوات والأرض فإنه لم يغض ما في يده. وقال وكان عرشه على الماء وبيده الأخرى الميزان يخفض ويرفع). أخرجاه في الصحيحين
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tangan Allah penuh (rahmat dan nikmat), tidak pernah terkurangi oleh pemberian sepanjang malam dan siang. Apakah kalian (tidak) perhatikan apa yang diberikan-Nya semenjak diciptakan langit dan bumi, tidak pernah mengurangi apa yang di tangan-Nya. ‘Arasy-Nya berada di atas air. Dan pada tangan-Nya yang lain ada timbangan, ia turunkan dan ia angkat.’”

Tidakkah orang Musyabbihah merenungkan hadits-hadits tersebut, yang menerangkan tentang keagungan tangan Allah. Akankah bisa diserupakan tangan Allah dengan tangan makhluk! Sedangkan tangan Allah mampu melipat langit dan menggenggam bumi. Demikian pula tangan Allah penuh dengan nikmat dan rahmat. Adapun tangan makhluk jangankan untuk menggenggam bumi, menggenggam satu kilo pasir saja tidak mampu. Demikian pula tangan makhluk tidak memiliki rahmat dan nikmat kecuali atas pemberian Allah Yang Maha Kaya dimana rahmat dan nikmat-Nya tidak pernah berkurang semenjak diciptakan-Nya langit dan bumi.
Allah memiliki dua tangan yang mulia tidak serupa dengan tangan makhluk. Kemudian kedua tangan Allah tersebut tidak ada cacat sedikitpun. Maka oleh sebab itu disebutkan dalam hadits bahwa kedua tangan-Nya adalah kanan. Tapi tidak berarti bahwa kedua tangan Allah berada dibagian kanan. Tapi disebutkan kedua tangan Allah kanan adalah agar tidak diyakini pada salah satu tangan Allah ada kekurangan dan kelemahan. Mari kita simak penjelasannya berikut ini,

عن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما؛ قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إن المقسطين عند الله يوم القيامة على منابر من نور عن يمين الرحمن عز وجل، وكلتا يديه يمين». رواه مسلم
Dari Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash radhiallahu ‘anhu, ia berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang-orang yang adil disisi Allah pada hari kiamat di atas mimbar terbuat dari cahaya di sebelah kanan Allah, dan kedua tangan-Nya adalah kanan.”

Berkata Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Para ulama berkata: Tatkala sifat-sifat makhluk menggandung kekurangan, maka tangan kiri mereka lebih lemah dalam kekuatan dan perbuatan, ketika tangan kiri dipergunakan untuk hal-hal yang hina seperti memegang najis dan kotoran. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa kedua tangan Allah penuh berkah, tidak ada sedikitpun memiliki kekurangan dan cacat dalam segala segi. Sebagaimana halnya sifat-sifat makhluk. Sekalipun yang paling mulia dinatara keduanya adalah yang kanan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Adam berkata, ‘Aku memilih tangan kanan Allah dan kedua tangan Allah kanan yang penuh berkah’[2]. Maka sesungguhnya tidak ada kekurangan dalam segala sifat Allah juga tidak ada celaan dalam segala perbuatan-Nya. Akan tetapi perbuatan Allah adakalanya karunia (keutaman) dan adakalanya keadilan. Sebagaimana yang terdapat dalam shahih Bukhari dan Muslim dari Abu Musa al Asy’ari radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Tangan kanan Allah penuh (rahmat dan nikmat), tidak pernah terkurangi oleh pemberian sepanjang malam dan siang. Apakah kalian (tidak) perhatikan apa yang diberikan-Nya semenjak Ia ciptakan langit dan bumi, tidak pernah mengurangi apa yang di tangan kanan-Nya. Dan timbangan keadilan di tangan-Nya yang lain ada, Ia naikkan dan Ia turunkan.

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa karunia (keutamaan) di tangan kanan Allah dan keadilan di tangan yang lainnya. Dan sudah dimaklumi bahwa kedua tangan Allah adalah kanan (mulia), maka karunia (kemulian) lebih tinggi dari sifat keadilan. Maka segala bentuk rahmat yang diberikan Allah adalah karunia dari-Nya. Dan segala bentuk azab yang datang dari Allah adalah bentuk keadilan dari-nya. Maka rahmat lebih baik daripada azab. Oleh karena itu orang-orang yang berlaku adil berada di atas mimbar tebuat dari cahaya di sebelah kanan Allah, dan mereka tidak diletakkan di sebelah tangan Allah yang lain. Allah meletakkan mereka di sebelah kanan-Nya adalah sebagai kemulian untuk mereka. Sebagaimana Allah memberikan kemulian dalam Alquran terhadap golongan kanan di atas golongan kiri. Dan mereka golongan kiri di azab berdasarkan keadilan-Nya. Demikian pula terdapat dalam berbagai hadits dan atsar menyebutkan bahwa orang pada genggaman kanan adalah penghuni surga dan orang pada genggaman yang lain adalah penghuni neraka.”[3]

Kebatilan madzhab Muawwilah (Mu’aththilah)
Komunitas ahlul kalam mengingkari dan mentakwil ayat-ayat dan hadits-hadits yang kita sebutkan diatas dengan takwilan-takwilan yang batil.
Diantara mereka ada yang mengatakan yang dimaksud dengan tangan adalah qudrah. Yang lain mengatakan yang dimaksud dengan tangan adalah nikmat. Argumentasi mereka adalah jika kita meyakini Allah punya tangan kita akan terjerumus kepada penyerupaan Allah dengan makhluk. Alasan lain adalah karena dalam bahasa Arab kata-kata tangan digunakan kadang kala untuk penyebutan nikmat. Jawaban Ahlussunah terhadap syubhat-syubhat tersebut adalah sebagai berikut:

Syubhat pertama: Bahwa tangan Allah adalah qudrah-Nya.
Jika kita cermati ayat-ayat dan hadist-hadits yang kita sebutkan di atas. Kita mendapati bahwa tidak sama antara qudrah dan tangan. Karena Allah mempergunakan kedua lafaz tersebut dalam konteks yang berbeda. Seperti ayat yang menyebutkan tentang kemulian Adam di atas makhluk-makhluk yang lain. Bahwa Allah menciptakannya dengan kedua tangannya. Kalau tangan diartikan qudrah maka semua makhluk diciptakan dengan qudrah. Maka tentu tidak ada kelebihan dan keistimewaan Adam di atas makhluk-makhluk yang lain. Tentu Iblis akan menjawab ketika Allah berkata kepadanya: Kenapa engkau engggan sujud kepada Adam yang aku ciptakan dengan kedua tanganku? Akupun engakau ciptakan dengan kedua tanganMu. Kalau sekiranya tangan bisa diatikan dengan qudrah.
Semua orang islam sepakat bahwa sifat Qudrah Allah adalah satu bukan dua. Jika tangan diartikan dengan qudrah pada kisah Adam terbut, tentu akan berbunyi begini: kenapa engkau enggan sujud kepada Adam yang aku ciptakan dengan dua qudrahKu. Pemahaman seperti ini tidak seorangpun yang mengenalnya dalam Islam.

Syubhat kedua: Maksud tangan Allah adalah nikmat-Nya.
Demikian pula bila tangan Allah ditakwil dengan nikmat apakah akan dikatakan bahwa adam diciptakan dengan dua nikmat. Sedangkan nikmat Allah bukan dua adanya akan tetapi tidak terbilang, bagaimana bisa dikatakan hanya dua. Kalau Adam diciptakan dengan nikmat tentu tidak ada kelebihan adam di atas Iblis. Tentu Musa tidak akan memuji Adam dengan penciptaaan Allah terhadapnya. Demikian pula manusia ketika berada di Padang Makhsyar ketika mereka memohon agar Adam meminta syafaat kepada Allah. Mereka memuji dan menyebutkan keistimewaan Adam, dimana Allah telah menciptakanya dengan kedua tangan-Nya.
Berkata Syeikh islam Ibnu Taimiyah dalam menjawab dua syubuhat di atas: “Firman Alah: Aku ciptakan dengan kedua tanganKu” tidak bisa diartikan bahwa yang dimaksud dengannya adalah Qudrah. Karena qudrah adalah satu. Dan tidak bisa bilangan dua digunakan untuk menyatakan satu. Dan juga tidak bisa diartikan nikmat, karena nikmat Allah tidak terhitung (jumlahnya). Dan nikmat yang tidak terbilangan tidak bisa dinyataka dengan bilangan dua[4].

Syubuhat ketiga: Meyakini Allah memiliki sifat tangan adalah meyerupakan Allah dengan Makhluk.
Syubhat ini yang senantiasa dikemukakan oleh setiap pengingkar sifat-sifat Allah. Bagi pembaca pembahasan-pembahasan yang berlalu akan sangat mudah menjawabnya. Karena sifat tangan di sini dinisbahkan kepada Allah tidak kepada makhluk. Maka segala sifat Allah sesuai dengan kebesaran dan kemulian Zat Allah. Kita tidak meyakini sifat tangan Allah seperti tangan makhluk. Jika kita katakan seperti tangan makhluk berarti yang kita yakini bukan sifat Allah tapi sifat makhluk. Mungkinkah akan disamakan sifat Allah dengan sifat makhluk! Karena setiap sifat sesuai dengan kondisi zat setiap sifat tersebut. Apakah kita akan katakan tangan kursi seperti tangan manusia! Karena sama-sama disebut tangan. Setiap makhluk yang diberi tangan berbeda bentuk dan hakikatnya sesuai dengan zat masing-masing makhluk tersebut. Kucing, gajah, kerbau, sapi, kera, masing-masing memilki tangan. Tetapi tidak pernah tergambar dalam benak kita kitika ada orang menyebut tangan monyet lalu kita pahami seperti tangan gajah.

Syubuhat keempat: Kata-kata tangan dalam bahasa Arab digunakan kadang kala untuk menyebut nikmat.
Memang kalimat tangan kadang kala penggunaannya dalam bahasa Arab diartikan dengan nikmat. Akan tetapi selalu dipergunakan terhadap zat yang memiliki sifat tersebut secara hakiki. Oleh sebab itu tidak pernah disebut kepada air, udara dan hujan memiliki tangan. Sebab zat tersebut secara hakiki tidak memiliki tangan. Tetapi penggunaan kalimat tangan khusus kepada setiap zat yang benar-benar memiliki tangan. Selanjutnya penetuan makna ditetukan oleh konteks susunan kata di mana kalimat tangan tersebut ditempatkan. Tidak mungkin setiap kita menemukan kalimat tangan diartikan dengan nikmat. Maka ayat-ayat dan hadits-hadits yang kita sebutkan di atas tidak bisa ditakwil dengan nikmat dan qudrah karena konteks susunan kalimatnya tidak mendukung kearah tersebut sama sekali.
Sebagai bukti terakhir kebatilan pentakwilan tersebut adalah simpangsiurnya penafsiran dan makna yang disebutkan para ahli kalam terhadap ayat atau hadits yang sama. Hal ini adalah suatu indikasi yang membuktikan bawah ahli kalam tidak punya dasar yang valid dalam menetukan takwil-takwil mereka.

Penulis Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A.
Artikel www.dzikra.com


[1] Lihat Al Ibaanah karangan Ibnu Baththah: 3/327.
[2] Hadits tersebut diriwayatkan At Tirmizi (5/453) dan dinilai oleh Syeikh Al Albany: Hasan  Shahih (shahih sunan At Tirmizi: 3/137).
[3] Majmu’ fatawa (17/92-93).
[4] Majmu’ Fatawa (6/365).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar