Jumat, 22 Juli 2011

Ujian Keimanan di Balik Kenikmatan


NIKMAT, TAPI…
Sudah merupakan suatu hal yang maklum, bahwa rumah adalah nikmat dari Allah ta’ala yang sangat besar. Kita merasakan sekian banyak manfaat dari nikmat yang satu ini. Menjadi tempat berteduh dari panas dan hujan, melindungi dari marabahaya, sebagai tempat aktivitas keluarga, tempat pembinaan anak dan lain-lain.
Namun, apabila kita cermati baik-baik berbagai komponen sebuah rumah, maka akan tampak jelas, bahwa di balik nikmat yang besar tersebut terdapat berbagai macam ujian keimanan yang sangat dahsyat. (Ujian tersebut biasa disebut dengan FITNAH).
Hal ini sesungguhnya bukan suatu hal mengherankan, karena sudah merupakan sunnatulloh bahwa kehidupan dan kematian adalah ujian bagi kita. (Lihat: QS. Al-Mulk: 2).
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Dan ujian itupun beraneka ragam, mulai dari kesulitan-kesulitan hidup, sampai kenikmatan dan kesenangan hidup. (Cermati: QS. Al-Anbiyâ’: 35).
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً
KENALILAH HAKIKAT NIKMAT; INSYAALLAH ANDA AKAN SELAMAT!
Dengan mengetahui hakikat sebuah nikmat, kita bisa mendapatkan berbagai manfaat. Di antaranya:
1. Kita akan mampu mensyukuri nikmat tersebut dengan cara yang benar.
2. Akan menghindarkan diri dari rasa iri terhadap saudara atau teman kita, apabila mereka mendapatkan suatu nikmat yang tidak kita dapatkan. Karena hakikatnya mereka sedang diuji dengan ujian yang besar.
3. Menumbuhkan kesadaran dalam diri kita, sehingga tidak terlena dengan segala bentuk kenikmatan yang kita dapatkan, dan senantiasa waspada akan besarnya fitnah (ujian) di balik kenikmatan tersebut.
APAKAH UJIAN ITU?
Mari kita cermati bersama komponen-komponen sebuah rumah, yang pada hakikatnya adalah ujian kehidupan:
1. Bangunan rumah, tanah pekarangan, kendaraan, hewan piaraan, dll yang merupakan HARTA.
Sebagaimana telah maklum bahwa harta adalah fitnah bagi seorang manusia. (Baca: QS. At-Taghâbun: 15).
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Rasululloh shallallahu’alaihiwasallam juga telah menerangkan pada kita, bahwa ujian umat ini terletak dalam harta.
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ
“Sesungguhnya setiap umat diuji, dan ujian umatku ini adalah dengan harta”. HR Tirmidzi dari Ka’ab bin ‘Iyadh radhiyallahu’anhu dan isnadnya dinyatakan sahih oleh al-Hakim.
Bahkan diterangkan bahwa kerusakan yang ditimbulkan oleh fitnah harta sangat besar.
مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ
“Tidaklah marabahaya yang dialami seekor kambing manakala diserang dua serigala yang kelaparan, lebih parah dibandingkan marabahaya yang terjadi pada agama seseorang akibat kerakusan dia terhadap harta dan kedudukan”. HR.Tirmidzi dari Ka’ab bin Malik radhiyallahu’anhu.At-Tirmidzy menilai hadits ini hasan sahih.
2. Anak
Sebagaimana harta, anak pun juga fitnah yang tidak kalah dahsyatnya bagi seorang muslim. (Lihat: QS. At-Taghâbun: 15 dan QS. Al-A’râf: 190)
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
فَلَمَّا آَتَاهُمَا صَالِحًا جَعَلَا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آَتَاهُمَا فَتَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Rasululloh shallallahu’alaihiwasallam menerangkan bagaimana seorang anak bisa merubah sikap dan pola berpikir seseorang dalam sabdanya,
الْوَلَدُ مَحْزَنَةٌ مَجْبَنَةٌ مَجْهَلَةٌ مَبْخَلَةٌ
“Anak itu bisa menyebabkan seseorang menjadi sedih, pengecut, bodoh dan kikir”. HR.Thobaroni dari Khaulah binti Hakim dan dinyatakan sahih oleh al-Albany.
3. Istri
Istri pun merupakan ujian berat bagi seseorang. Bahkan sebagian istri bisa menjadi musuh bagi suaminya. (Cermati: QS. At- Taghâbun: 14).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
BAGAIMANA SIKAP KITA?
Setelah mengetahui hakikat ini, bukan berarti kita harus menjual rumah kita atau meninggalkannya. Juga bukan pula kita harus menceraikan istri atau mengusir anak kita, tidak mendidiknya atau bahkan tidak menikah dan tidak punya anak. Karena sejatinya kita pun merupakan ujian yang berat bagi anak dan istri kita. (Baca: QS. Al-Furqon: 20).
وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا
Namun langkah dan sikap yang tepat adalah:  mensyukuri nikmat-nikmat tersebut dengan benar dan memohon kepada Allah ta’ala agar mengaruniakan kemudahan dan taufik dalam mendidik istri juga anak.
Ditulis di Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Kamis, 21 Rajab 1432 / 23 Juni 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar