Mengenal Hukum Uang Kertas (2/2) Bila hal ini telah jelas, maka berikut beberapa fatwa Komite Tetap untuk Riset Ilmiyyah dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, seputar permasalahan jual beli valuta asing:
Pertanyaan:
Apakah hukum riba berlaku pada fulus, dan pada mata uang lira Turky yang bergambarkan/berlogokan dengan gambar tertentu, baik yang terbuat dari kertas atau perunggu, demikian juga halnya dengan mata uang reyal Saudi Arabia, atau tidak berlaku? Sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab syariat (kitab fiqih): uang fulus (uang logam) tidak berlaku padanya hukum riba. Dan sebagaimana dinyatakan oleh Imam asy-Syafi'i dalam kitab (Al-Umm), “Dan bahwasannya fulus bukanlah sebagai alat untuk menghargai barang-barang yang dirusakkan (oleh orang lain), karena fulus tidak wajib dizakati, dan tidak berlaku padanya hukum riba."
Jawaban:
Pada pertemuan yang telah lalu, Komite Kibarul Ulama telah mengkaji permasalahan uang kertas, dan telah menetapkan suatu keputusan dengan cara suara terbanyak, di antara point keputusan tersebut ialah:
Pertama: Kedua macam riba dapat berlaku pada uang kertas, sebagaimana kedua macam riba berlaku pada emas dan perak, dan alat jual beli lainnya, seperti fulus. Keputusan ini berartikan sebagai berikut:
A. Tidak dibolehkan sama sekali untuk memperjual-belikan uang kertas yang sama atau dengan uang kertas jenis lainnya dengan cara pembayaran dihutang, misalnya: menjual uang dolar Amerika dengan harga lima reyal Saudi atau lebih atau kurang dengan pembayaran dihutang.
B. Tidak boleh menjual-belikan mata uang yang sama dengan cara melebihkan sebagiannya di atas sebagian yang lain, baik dengan pembayaran dihutang atau kontan, sehingga tidak dibolehkan -misalnya- menjual sepuluh reyal uang kertas Saudi dengan harga sebelas reyal uang kertas Saudi.
C. Boleh memperjual-belikan sebagian uang kertas dengan sebagian uang kertas jenis lain dengan cara apapun, asalkan pembayaran dengan cara kontan. Sehingga, boleh menjual uang satu lira Suria atau Lebanon dengan uang satu reyal Saudi, baik yang terbuat dari logam atau kertas, atau dengan harga lebih murah atau lebih mahal. Dan boleh menjual satu dolar Amerika dengan tiga reyal Saudi atau lebih murah atau dengan lebih mahal, selama jual-beli tersebut dilakukan dengan cara kontan. Demikian juga boleh menjual satu reyal Saudi perak dengan harga tiga reyal Saudi kertas, atau lebih mahal atau lebih murah, bila itu dilakukan dengan cara kontan. Karena, yang demikian itu dianggap menjual satu jenis uang dengan uang jenis lainnya, dan kesamaan dalam nama akan tetapi berbeda hakikat tidak ada pengaruhnya.
Kedua: Wajib menzakati uang kertas bila nominasinya telah mencapai nishab termurah, baik nishab emas atau perak, atau nishab digenapkan dengan uang lainnya atau dengan barang perniagaan, selama barang tersebut adalah milik penjualnya.
Ketiga: Boleh menjadikan uang kertas sebagai modal dalam akad salam/pemesanan dan juga dalam serikat dagang.
Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya (Majmu' Fatawa al-Lajnah ad-Da'imah 13/442, fatwa no. 3291).
Pertanyaan:
Sebagaimana yang Anda ketahui, bahwa di antara bentuk perniagaan yang ada di masyarakat, terutama yang terjadi sesama mereka sekarang ialah memperjual-belikan berbagai mata uang sebagiannya dengan sebagian yang lain. Misalnya, uang dolar dijual dengan uang reyal, reyal dijual dengan poundsterling, dan poundsterling dibeli dengan dinar Kuwait, dan demikian seterusnya. Sebagaimana diketahui, bahwa masing-masing mata uang memiliki harga jual dan harga beli dengan mata uang lokal, yaitu reyal bagi masyarakat Saudi Arabia. Seandainya kita -misalnya- menginginkan menjual uang dolar yang kita miliki ke salah seorang pedagang falas, maka ia akan membelinya dengan harga 3,25 (tiga reyal koma dua puluh halalah/sen). Akan tetapi, bila kita hendak membeli darinya uang dolar, niscaya ia akan menjualnya kepada kita dengan harga 3,30 (tiga reyal koma tiga puluh halalah/sen). Yaitu, antara harga jual dan beli terpaut lima halalah/sen. Melihat transaksi yang berjalan semacam ini, kami hendak bertanya kepada Anda tetang beberapa pertanyaan berikut:
A. Apakah transaksi di atas benar dan boleh menurut syariat, dan apakah kita dapat menamakannya dengan jual-beli?
B. Bila transaksi tersebut boleh, maka apa dalil yang membedakan antara mata uang dengan komoditi riba yang -sebagaimana yang Anda ketahui- tidak dibolehkan untuk melebihkan salah satunya ketika dibarterkan?
Jawaban:
Jawaban pertanyaan A: Transaksi tersebut merupakan transaksi antara dua komoditi riba, dan transaksi itu dibolehkan asalkan dilakukan dengan cara kontan, walaupun terjadi perbedaan antara keduanya; dikarenakan perbedaan jenis antara keduanya. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Dan uang kertas dihukumi sama dengan kedua mata uang: emas dan perak. Dan uang kertas yang disebutkan dalam pertanyaan berbeda jenisnya, sehingga boleh untuk dilebihkan sebagian dari sebagian lainnya. Karena, setiap mata uang kertas dianggap sebagai satu jenis tersendiri selaras dengan negara yang mengeluarkannya. Akan tetapi, transaksi tersebut harus dilakukan dengan cara kontan; dikarenakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari memperjual-belikan sebagiannya yang tidak hadir ketika transaksi dengan sebagian lainnya yang telah hadir pada saat transaksi berlangsung. Dan transaksi ini disebut dengan Ash-Sharfu (tukar-menukar), dan itu adalah salah satu bentuk akad jual-beli.
Jawaban pertanyaan B: Demikian juga halnya dengan komoditi riba lainnya, seperti gandum, sya'iir, kurma, dan kismis, boleh untuk menukarkan di antaranya walau sama jenisnya dengan syarat sama timbangannya dan dengan cara kontan pada waktu akad berlangsung. Dan boleh melebihkan sebagiannya bila berbeda jenis, asalkan transaksi dengan cara kontan, tidak ada yang ditunda dari saat transaksi berlangsung. Dan diharamkan untuk melebihkan sebagiannya, baik akad dilakukan dengan kontan atau dihutang bila jenis kedua barang adalah sama, dan haram menunda salah satu barang (yang dibarterkan), baik kedua barang sama jenis atau berbeda, demikian juga haram menunda salah satunya, kecuali bila salah satu komoditi riba tersebut berupa uang, sedangkan barang lainnya berupa selain uang, sebagaimana halnya yang terjadi pada transaksi salam (pemesanan) atau penjualan yang denganbayaran dihutang.
Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya (Majmu' Fatawa al-Lajnah ad-Da'imah 13/439, fatwa no. 3037).
Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri
Artikel: www.pengusahamuslim.com
Pertanyaan:
Apakah hukum riba berlaku pada fulus, dan pada mata uang lira Turky yang bergambarkan/berlogokan dengan gambar tertentu, baik yang terbuat dari kertas atau perunggu, demikian juga halnya dengan mata uang reyal Saudi Arabia, atau tidak berlaku? Sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab syariat (kitab fiqih): uang fulus (uang logam) tidak berlaku padanya hukum riba. Dan sebagaimana dinyatakan oleh Imam asy-Syafi'i dalam kitab (Al-Umm), “Dan bahwasannya fulus bukanlah sebagai alat untuk menghargai barang-barang yang dirusakkan (oleh orang lain), karena fulus tidak wajib dizakati, dan tidak berlaku padanya hukum riba."
Jawaban:
Pada pertemuan yang telah lalu, Komite Kibarul Ulama telah mengkaji permasalahan uang kertas, dan telah menetapkan suatu keputusan dengan cara suara terbanyak, di antara point keputusan tersebut ialah:
Pertama: Kedua macam riba dapat berlaku pada uang kertas, sebagaimana kedua macam riba berlaku pada emas dan perak, dan alat jual beli lainnya, seperti fulus. Keputusan ini berartikan sebagai berikut:
A. Tidak dibolehkan sama sekali untuk memperjual-belikan uang kertas yang sama atau dengan uang kertas jenis lainnya dengan cara pembayaran dihutang, misalnya: menjual uang dolar Amerika dengan harga lima reyal Saudi atau lebih atau kurang dengan pembayaran dihutang.
B. Tidak boleh menjual-belikan mata uang yang sama dengan cara melebihkan sebagiannya di atas sebagian yang lain, baik dengan pembayaran dihutang atau kontan, sehingga tidak dibolehkan -misalnya- menjual sepuluh reyal uang kertas Saudi dengan harga sebelas reyal uang kertas Saudi.
C. Boleh memperjual-belikan sebagian uang kertas dengan sebagian uang kertas jenis lain dengan cara apapun, asalkan pembayaran dengan cara kontan. Sehingga, boleh menjual uang satu lira Suria atau Lebanon dengan uang satu reyal Saudi, baik yang terbuat dari logam atau kertas, atau dengan harga lebih murah atau lebih mahal. Dan boleh menjual satu dolar Amerika dengan tiga reyal Saudi atau lebih murah atau dengan lebih mahal, selama jual-beli tersebut dilakukan dengan cara kontan. Demikian juga boleh menjual satu reyal Saudi perak dengan harga tiga reyal Saudi kertas, atau lebih mahal atau lebih murah, bila itu dilakukan dengan cara kontan. Karena, yang demikian itu dianggap menjual satu jenis uang dengan uang jenis lainnya, dan kesamaan dalam nama akan tetapi berbeda hakikat tidak ada pengaruhnya.
Kedua: Wajib menzakati uang kertas bila nominasinya telah mencapai nishab termurah, baik nishab emas atau perak, atau nishab digenapkan dengan uang lainnya atau dengan barang perniagaan, selama barang tersebut adalah milik penjualnya.
Ketiga: Boleh menjadikan uang kertas sebagai modal dalam akad salam/pemesanan dan juga dalam serikat dagang.
Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya (Majmu' Fatawa al-Lajnah ad-Da'imah 13/442, fatwa no. 3291).
Pertanyaan:
Sebagaimana yang Anda ketahui, bahwa di antara bentuk perniagaan yang ada di masyarakat, terutama yang terjadi sesama mereka sekarang ialah memperjual-belikan berbagai mata uang sebagiannya dengan sebagian yang lain. Misalnya, uang dolar dijual dengan uang reyal, reyal dijual dengan poundsterling, dan poundsterling dibeli dengan dinar Kuwait, dan demikian seterusnya. Sebagaimana diketahui, bahwa masing-masing mata uang memiliki harga jual dan harga beli dengan mata uang lokal, yaitu reyal bagi masyarakat Saudi Arabia. Seandainya kita -misalnya- menginginkan menjual uang dolar yang kita miliki ke salah seorang pedagang falas, maka ia akan membelinya dengan harga 3,25 (tiga reyal koma dua puluh halalah/sen). Akan tetapi, bila kita hendak membeli darinya uang dolar, niscaya ia akan menjualnya kepada kita dengan harga 3,30 (tiga reyal koma tiga puluh halalah/sen). Yaitu, antara harga jual dan beli terpaut lima halalah/sen. Melihat transaksi yang berjalan semacam ini, kami hendak bertanya kepada Anda tetang beberapa pertanyaan berikut:
A. Apakah transaksi di atas benar dan boleh menurut syariat, dan apakah kita dapat menamakannya dengan jual-beli?
B. Bila transaksi tersebut boleh, maka apa dalil yang membedakan antara mata uang dengan komoditi riba yang -sebagaimana yang Anda ketahui- tidak dibolehkan untuk melebihkan salah satunya ketika dibarterkan?
Jawaban:
Jawaban pertanyaan A: Transaksi tersebut merupakan transaksi antara dua komoditi riba, dan transaksi itu dibolehkan asalkan dilakukan dengan cara kontan, walaupun terjadi perbedaan antara keduanya; dikarenakan perbedaan jenis antara keduanya. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لا تبيعوا الذهب بالذهب إلا مثلا بمثل، ولا تشفوا بعضها على بعض، ولا تبيعوا الورق بالورق إلا مثلا بمثل، ولا تشفوا بعضها على بعض، ولا تبيعوا منها غائبا بناجز. رواه البخاري ومسلم
"Janganlah engkau jual emas ditukar dengan emas melainkan sama dengan sama, dan janganlah engkau lebihkan sebagiannya di atas sebaian lainnya. Janganlah engkau jual perak ditukar dengan perak melainkan sama dengan sama, dan janganlah engkau lebihkan sebagiannya di atas sebaian lainnya. Dan janganlah engkau jual sebagiannya yang diserahkan dengan kontan ditukar dengan lainnya yang tidak diserahkan dengan kontan." (HR. Al-Bukhary dan Muslim).Dan uang kertas dihukumi sama dengan kedua mata uang: emas dan perak. Dan uang kertas yang disebutkan dalam pertanyaan berbeda jenisnya, sehingga boleh untuk dilebihkan sebagian dari sebagian lainnya. Karena, setiap mata uang kertas dianggap sebagai satu jenis tersendiri selaras dengan negara yang mengeluarkannya. Akan tetapi, transaksi tersebut harus dilakukan dengan cara kontan; dikarenakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari memperjual-belikan sebagiannya yang tidak hadir ketika transaksi dengan sebagian lainnya yang telah hadir pada saat transaksi berlangsung. Dan transaksi ini disebut dengan Ash-Sharfu (tukar-menukar), dan itu adalah salah satu bentuk akad jual-beli.
Jawaban pertanyaan B: Demikian juga halnya dengan komoditi riba lainnya, seperti gandum, sya'iir, kurma, dan kismis, boleh untuk menukarkan di antaranya walau sama jenisnya dengan syarat sama timbangannya dan dengan cara kontan pada waktu akad berlangsung. Dan boleh melebihkan sebagiannya bila berbeda jenis, asalkan transaksi dengan cara kontan, tidak ada yang ditunda dari saat transaksi berlangsung. Dan diharamkan untuk melebihkan sebagiannya, baik akad dilakukan dengan kontan atau dihutang bila jenis kedua barang adalah sama, dan haram menunda salah satu barang (yang dibarterkan), baik kedua barang sama jenis atau berbeda, demikian juga haram menunda salah satunya, kecuali bila salah satu komoditi riba tersebut berupa uang, sedangkan barang lainnya berupa selain uang, sebagaimana halnya yang terjadi pada transaksi salam (pemesanan) atau penjualan yang denganbayaran dihutang.
Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya (Majmu' Fatawa al-Lajnah ad-Da'imah 13/439, fatwa no. 3037).
Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri
Artikel: www.pengusahamuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar