Minggu, 20 Maret 2011

AL-WALA’ & AL-BARA’ dan PERINGATAN dari BAHAYA BID’AH


Sambungan

Bentuk-bentuk Loyalitas Terhadap Orang Kafir

Ada pun bentuk-bentuk loyalitas terhadap orang kafir yaitu:
Pertama: Menyerupai mereka dalam berpakaian, ucapan dan lainnya; karena yang demikian itu menunjukkan cinta orang yang menyerupai terhadap yang diserupai. Dalam hal ini Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.”


Maka diharamkan menyerupai oraang-orang kafir dalam hal-hal yang menjadi ciri khas mereka dalam bidang adat-istiadat, ibadah, dan sifat-sifat serta tingkah laku mereka, seperti: mencukur jenggot, memanjangkan kumis, berbahasa dengan bahasa mereka, kecuali jika diperlukan, berpakaian, makan, minum dan lainnya.

Kedua: Bermukim (tinggal) di Negara mereka dan tidak pindah (hijrah) dari Negara tersebut ke Negara kaum muslimin untuk menyelamatkan Ad-Dien, sebab berhijrah untuk tujuan tersebut merupakan kewajiban bagi seorang muslim, dan berdiamnya seorang muslim di Negara kafir menunjukkan loyalitasnya terhadap orang kafir. Maka dari itu Allah Ta’ala mengharamkan bermukimnya orang muslim di antara orang-orang kafir apabila ia mampu untuk berhijrah. Allah Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri. (kepada mereka) malaikat bertanya: ”Dalam keadaan bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).” Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?” Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas, baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”
(An-Nisa’: 97-99)

Allah Ta’ala tidak menerima alasan setiap muslim yang bermukim di Negara orang kafir kecuali mereka-mereka yang lemah, yang tidak mampu untuk berhijrah, juga orang-orang yang bermukimnya ada kemaslahatan Ad-Dien, misalnya berdakwah kepada Allah dan menyebarkan Islam di Negara mereka.

Ketiga: Bepergian ke Negara mreka dengan tujuan wisata dan rekreasi.
Bepergian ke Negara orang kafir diharamkan kecuali dalam keadaan darurat, seperti: berobat, berdagang, dan belajar ilmu-ilmu tertentu yang bermanfaat, yang tidak mungkin didapatkannya kecuali dengan pergi ke negeri mereka. Hal itu dibolehkan sebatas keperluan, dan jika keperluannya telah selesai, maka wajib kembali lagi ke Negara kaum muslimin. Diperbolehkannya seseorang untuk bepergian ke Negara orang kafir disyaratkan juga untuk senantiasa memperlihatkan identitas diennya, serta bangga dengan ke-Islamannya. Ia harus menjauhi tempat-tempat maksiat dan berhati-hati dari segala bentuk tipu daya para musuh-musuhnya juga, diperbolehkan atau bahkan wajib bepergian ke Negara mereka jika bertujuan untuk berdakwah kepada Allah dan menyebarkan Islam.

Keempat: Bentuk yang lain adalah membantu dan menolong mereka untuk mengalahkan kaum muslimin, memuji-muji dan membela mereka, hal ini merupakan bagian dari rusaknya akidah ke-Islaman, juga penyebab dari kemurtadan. Kita berlindung kepada Allah dari yang demikian.

Kelima: Dan bentuk yang lain juga adalah meminta bantuan kepada mereka, percaya dan memberikan jabatan-jabatan yang di dalamnya terdapat rahasia-rahasia kaum muslimin, dan menjadikan mereka sebagai orang kepercayaan serta teman bertukar pikiran.

Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan dalam hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata: “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu.” Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. Jika memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana mereka bergembira karenanya.”
(Ali Imran: 118-120).

Ayat-ayat mulia tersebut di atas menjelaskan isi hati orang-orang kafir serta kebencian yang mereka sembunyikan terhadap kaum muslimin, dan apa yang mereka rencanakan untuk melawan kaum muslimin dengan tipu muslihat serta pengkhianatan. Mereka juga senantiasa menimpakan mudharat (bahaya) terhadap kaum muslimin dengan senantiasa menggunakan segala cara (sarana) untuk menyakiti orang-orang beriman. Dan sungguh mereka selalu memanfaatkan kepercayaan kaum muslimin terhadap mereka lalu mereka berencana untuk menimpakan bahaya terhadap kaum muslimin.
Imam Ahmad rahimahullah telah meriwayatkan atsar dari sahabat Abi Musa Al-Asy’ary radhiallahu’anhu beliau berkata: Aku pernah berkata kapada Umar bin Khatthab radhiallahu’anhu: Aku mempunyai seorang sekretaris seorang Nasrani, Umar bin Khatthab radhiallahu’anhu berkata: Apa-apaan kamu ini, celakalah engkau! Tidakkah engkau pernah mendengar firman Allah Ta’ala:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.”
(Al-Maidah: 51).

Apakah tidak mengambil orang muslim saja? Lalu Abu Musa berkata: “Kukatakan “Wahai Amirul Mukminin bagiku tulisannya dan baginya agamanya! Serentak Umar bin Khatthab berkata: “Aku tidak akan menghormati mereka, sebab Allah Ta’ala telah menjadikan mereka hina, dan aku tidak akan memuliakan mereka sebab Allah telah menjadikan mereka rendah; dan aku tidak akan mendekati mereka sebab Allah Ta’ala telah menjauhkan mereka (menjadikan mereka sangat jauh).”
Dan Imam Ahmad juga Imam Muslim meriwayatkan:

“Bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam keluar menuju Badar, lalu seorang laki-laki musyrikin mengikuti beliau, kemudian bertemulah di suatu tempat (bernama Hirrah), seraya berkata: “Sesungguhnya aku ingin ikut dan terluka bersamamu”, bersabdalah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam: “Berimankah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya? Laki-laki itu berkata: “Tidak” kemudian Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Pulanglah kamu, sekali-kali aku tidak minta tolong kepada orang musyrik.”

Dan dari nash-nash tersebut di atas, jelaslah bagi kita haramnya memberikan pekerjaan-pekerjaan kaum muslim kepada orang kafir, yang dengan sarana itu memungkinkan orang  kafir untuk menyelidiki keadaan dan rahasia-rahasia kaum muslimin serta mengadakan tipu daya yang membahayakan mereka.
Di antara contoh yang gamblang yang terjadi akhir-akhir ini yaitu dengan didatangkannya orang-orang kafir ke Negara kaum muslimin (Negeri dua tanah haram yang suci) lalu mereka dijadikan pekerja-pekerja, supir-supir, pembantu-pembantu, dan pengasuh bayi di rumah mereka sehingga mereka berbaur dalam satu rumah tangga kaum muslimin yang tinggal di Negara tersebut.

Keenam: Menggunakan kalender mereka khususnya kalender yang mencatat hari-hari suci dan hari-hari besar mereka, seperti kalender masehi yang menyebutkan peringatan Hari Kelahiran Al-Masih ‘alaihissalam yang hari raya itu adalah bid’ah yang mereka ada-adakan, dan bukanlah dari dien (ajaran) Al-Masih ‘alaihissalam. Maka dengan memakai kalender tersebut merupakan keikutsertaan dalam menghidupkan syi’ar dan hari besar mereka. Untuk menghindari masalah ini maka ketika para sahabat radhiallahu’anhu berkeinginan untuk menentukan kalender bagi kaum muslimin pada masa Umar bin Khatthab radhiallahu’anhu, mereka berpaling dari kalender orang kafir dengan membuat kalender yang permulaannya dihitung dari hari hijrah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, hal tersebut untuk menunjukkan wajibnya menyelisihi orang-orang kafir dalam masalah ini dan masalah-masalah lain yang merupakan kekhususan mereka, hanya Allah-lah tempat memohon pertolongan.

Ketujuh: Keikutsertaan kaum muslimin di hari-hari besar orang-orang kafir: Membantu mereka dalam menyelenggarakan dan penyelenggaraannya, memberikan ucapkan selamat pada hari itu atau mendatangi undangan pada hari diselenggarakannya upacara pada hari itu. Firman Allah Ta’ala yang berbunyi: “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu”, telah ditafsirkan bahwa dari sifat hamba-hamba adalah sesungguhnya mreka tidak mendatangi hari-hari besar orang kafir.

Kedelapan: Memuji dan terpesona atas kemajuan mereka serta kagum atas tingkah laku dan kepandaian mereka tanpa melihat kepada akidah-akidah yang bathil dan nama mereka yang rusak.

Allah Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan di dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Rabbmu adalah lebih baik dan lebih kekal.”
(Thoha: 131)

Ayat tersebut tidak diartikan bahwa kaum muslimin dilarang untuk mengetahui rahasia sukses mereka dengan jalan belajar di bidang-bidang perindustrian (senjata dan lain-lain), dasar-dasar ekonomi yang tidak dilarang oleh syari’ah serta strategi-strategi kemiliteran, bahkan semua itu merupakan persoalan yang dituntut oleh Islam.

Allah berfirman:
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.”
(Al-Anfal: 60).

Pada dasarnya hal-hal yang bermanfaat di atas dan juga rahasia-rahasia alam ini pada dasarnya diciptakan Allah Ta’ala untuk kaum muslimin. Allah berfirman:

“Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?”. Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.”
(Al-A’raf: 32).

Dan Allah berfirman:
“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.”
(Al-Jatsiah: 13).

Allah berfirman:
“Dia-lah Allah, yang  menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu”
(Al-Baqarah: 29)

Maka merupakan suatu kewajiban bagi kaum muslimin untuk bersaing dalam menggali manfaat-manfaat dan potensi ini dan tidak perlu meminta-minta kepada orang kafir untuk mendapatkannya, mereka wajib memiliki pabrik-pabrik dan teknologi-teknologi canggih.

Kesembilan: Memberi nama dengan nama-nama  mereka (orang kafir), mereka (sebagian kaum muslimin) memberi nama anak laki-laki dan anak perempuannya dengan nama-nama asing dan meninggalkan nama bapak-bapak, ibu-ibu, kakek-kakek, nenek-nenek, serta nama yang dikenal di masyarakat mereka.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Sebaik-baik nama adalah Abdullah dan Abdur Rahman.”

Dan akibat dari perubahan nama-nama tersebut, telah didapatkan suatu generasi yang mempunyai nama-nama aneh, hal tersebut menyebabkan terpisahnya generasi ini dengan generasi-generasi sebelumnya serta terputusnya hubungan baik antar keluarga yang sudah dikenal dengan nama-nama khusus mereka.

Kesepuluh: Memintakan ampun dan memintakan rahmat bagi mereka, yang hal itu telah diharamkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya:
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam.”
(At-Taubah: 113).



Bersambung….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar